Mendengarkan Comforting Sounds Ketika Anxiety Menyerang

Klik "Listen in Browser" To Play Mew - Comforting Sounds
Saya sedang duduk di sebuah kedai kopi mini di depan tablet yang terbuka dan memutar musik Comforting Sounds milik Mew lewat layanan streaming Spotify pada saat mulai menuliskan ini. Pada pukul 22.47 WIB.

4 Jam sebelumnya saya terkena serangan gangguan kecemasan atau lebih jamak disebut anxiety, gangguan yang saya idap dan sering kambuh ketika ada beberapa hal yang saya terima sebagai impuls yang mana bisa mengantarkan saya kepada bangkitnya gangguan tersebut. Saya pertama kali mengalami hal tidak mengenakkan ini 4 tahun lalu ketika mengalami masa-masa sulit pasca putus cinta —untuk beberapa orang berumur mendekati seperempat abad tentu hal ini bukan main-main bukan?— yang mengakibatkan setengah hidup saya selesai, dan tentu saja memaksa saya keluar masuk ruangan psikolog untuk menjalankan usaha penyembuhan, minimal meminimalisir agar hal tersebut tidak kambuh lagi. Tapi kalau saya pikir hal itu muskil untuk hilang tuntas semenjak datangnya pertama kali. Dan hari ini, lebih tepatnya sore hari ini mimpi buruk itu datang kembali, dengan tanpa aba-aba ketika saya baru saja sampai di kedai kopi lalu memesan secangkir latte, kemudian membuka kotak pesan WhatsApp. Duarrr!

Kalau anda belum pernah —semoga saja tidak akan pernah— merasakan gangguan kecemasan, ini yang saya rasakan (yang mana tentu tiap orang gejalanya bisa berbeda), jantung saya tiba-tiba berdetak kencang seperti ketika sedang lari kencang, kemudian badan saya tiba-tiba mengeluarkan suhu yang tidak normal, kadang panas dan dengan cepat bisa berganti sangat dingin, atau bisa keduanya, bagian kepala panas dan telapak tangan serta kaki terasa dingin sekali, kemudian untuk level yang lebih tinggi lagi yang mana itu akan secara otomatis apabila saya tidak segera bisa mengatasi hal apa yang membuat ganggunan ini kambuh, ketika saya gagal mengatasinya dan kemudian menjadi hal yang lebih leluasa menguasai tubuh saya, jari-jari saya mulai bergerak sendiri alias badan saya terasa gemetaran, kemudian hal dasar ini yang paling membuat orang tidak nyaman ketika mengalami gangguan kecemasan: rasa cemas itu sendiri. Ketika anda merasa cemas tentu saja respon tubuh menjadi abnormal, perasaan yang sulit untuk dideskripsikan, tapi perasaan itu terasa betul di dada dan ulu hati. 

Jika anda pernah naik wahana kora-kora di pasar malam dan duduk di posisi paling belakang wahana berbentuk perahu tersebut, kemudian ketika wahana kora-kora itu berada di posisi tertingginya dan posisi itu adalah tempat anda duduk, lalu dengan kecepatan wahana yang mengayun ke arah sebaliknya dan ketika anda berada di posisi kapal paling bawah yang mana kecepatannya itu melebihi kesiapanmu untuk mengatasi perasaan takut yang berlebih, saat itulah akan terasa bagaimana jantungmu tertinggal di atas awang-awang sementara tubuhmu sudah berada di posisi paling bawah wahana tersebut. Semacam itulah perasaan yang terus menerus diproduksi tubuh saya ketika gangguan ini muncul, bersamaan dengan respon tubuh yang abnormal tersebut. Dan itu bisa berlangsung lama, bisa juga on/off, dalam artian on ketika pikiran masih terus menerus memproses hal-hal yang mentrigger kecemasan tersebut, dan tiba-tiba saja bisa off ketika pikiran terdistraksi dengan hal lain, kemudian dengan cara yang entah bagaimana bisa kambuh kembali dengan kilat ketika pikiran berhaluan kembali memikirkan hal-hal mengganjal tersebut.

Biasanya untuk mengatasi dengan cepat ketika gangguan ini tiba-tiba muncul, saya akan segera mengalihkan pikiran dengan hal-hal lain, seperti membaca artikel di situs berita online, atau ketika dekat dengan buku dengan cepat saya buka dan baca. Seperti halnya malam ini, kebetulan saya membawa 2 buku, yang satu berjudul Imperfect Perfectly karangan Rumput Jeruk dengan ilustrasi ciamik karya KamaliaR (ini teman saya, hahaha) yang berisi petuah-petuah tentang self-love atau lebih enaknya dikenal dengan buku self-improvement, dan yang satu lagi buku berjudul Nice Boys Don’t Write Rock N Roll kumpulan tulisan soal musik yang diracik Nuran Wibisono.

Untuk alasan kenapa saya bisa menuliskan catatan ini adalah karena buku kedua. Buku pertama selesai saya baca sekali duduk, mungkin 1-2 jam dan itu cukup mengatasi kecemasan saya untuk sementara waktu, karena memang tidak tebal, berbeda dengan buku Nuran yang bervolume 450 halaman lebih. Di masa-masa saya mengalihkan pikiran dengan membaca buku kedua tersebut, ada rasa kelelahan yang tentu bisa menyerang siapa saja yang membaca buku tebal, kemudian dengan inisiatif jitu saya membuka laman browser lalau pergi ke blog —nuranwibisono.net— kepunyaan Nuran juga, saya pikir ini hal yang aneh, bosan membaca tulisannya di buku, kemudian beralih di blog yang mana tentu tulisan di sana lebih raw kalau boleh dibilang ketimbang buku yang sudah melalui proses editing, belum lagi ketika membandingkan tulisan yang terbubuh tinta di kertas akan selalu menempati posisi tertinggi tingkat kenyamanan untuk dibaca ketimbang di medium yang lain.

Saya memang suka membaca blognya Nuran, oleh karenanya sering sekali membukanya di waktu senggang dengan harapan ada tulisan baru, malam ini saya menemukan tulisan terbarunya yang belum saya baca, berjudul Menjadikan Hujan Sebagai Bagian dari Festival di Joyland, tulisan itu berisi opini tentang hujan yang hampir selalu datang ketika festival musik Joyland dilangsungkan di Jakarta (Joyland biasanya diadakan di kuartal I di Bali dan Kuartal IV di Jakarta) yang mana waktu diselenggarakannya Joyland Jakarta memang sudah memasuki musim penghujan, sehingga menarik ketika menancapkan semacam kesadaran rule kepada penonton Joyland untuk menjadikan hujan sebagai bagian dari festival itu sendiri, agar kemudian bisa mawas diri menyiapkan segala macam perkakas dalam menyambut air-air dari langit tersebut dan tetap bahagia menikmati festival musiknya, alih-alih mengumpat dan menyalahkan keadaan. Tapi bukan itu yang menjadi pemantik tulisan ini, melainkan coda dari tulisan tersebut, Nuran menuliskan catatan di akhir “*ditulis ketika Mew membawakan “Comforting Sounds” sebagai encore. Saya menonton mereka pertama kalinya kemarin. Takjub. Takjub. Takjub.”, saya tentu tahu band yang ditonton Nuran ketika menuliskan catatan di blognya tersebut beserta lagu pamungkasnya, dan karena itu pula saya menjadi teringat kekecewaan saya karena batal datang ke Joyland Festival yang di selenggarakan di Jakarta tahun 2023, ya tentu saja saya juga ingin sekali melihat Mew manggung secara langsung. Oleh karenanya tanpa pikir panjang setelah membaca tulisan Nuran di blog tersebut saya langsung mengganti lagu yang sedang mengalun di telinga dengan Comforting Sounds.

Dan kemudian kecemasan saya menjalar lagi, semakin kuat dan semakin kuat, yang akhirnya tidak terasa air mata saya pecah juga, kepala kembali berputar memikirkan kekalutan hidup yang hari demi hari saya lalui. Saya mengira tidak akan pernah lagi menjumpai kecemasan keparat ini lagi, karena seperti di awal saya bilang, dulu awal mula gangguan ini datang karena patah hati, dan tentu saja sekarang saya sudah sembuh dari hal tersebut, punya pasangan baru, teman dekat yang walau bisa dihitung jari tapi selalu bisa diandalkan, tentu dengan begitu permasalahan masa lalu seharusnya terselesaikan, namun ternyata saya lengah dan mengabaikan hal-hal lain, bahwa masalah bisa datang kapan saja dari lini kehidupan mana saja, dan yang lebih saya tidak duga-duga itu juga bisa mengakibatkan gangguan kecemasan yang sama keparatnya dengan perasaan tak beguna ditinggalkan pasangan. Hari ini saya kedatangan bertumpuk masalah yang datang secara bersamaan dengan interval tidak ada 10 menit, semua itu terangkum dalam kotak pesan WhatsApps, mulai dari hubungan dengan orang tua yang menegang karena beda pendapat, masalah pelik tarik ulur pekerjaan yang mana saya sudah menyerah untuk berhenti, tetapi dihinggapi tanggungan finansial yang mengharuskan saya tetap teguh di jalan miring itu, belum selesai dengan dua masalah tersebut, tiba-tiba kepala saya ditabrak dengan cerita teman yang sedang menjalani masalah pelik hubungan dengan lawan jenis, dia sedang berselingkuh dengan pasangan orang, dan beberapa masalah yang lain yang sebetulnya lebih babon sebagai penyebab kecemasan ini muncul, tapi tidak perlu untuk diceritakan. Anjing betul memang.

saya berhenti menulis kurang lebih 20 menit

Dan anda tahu, sampai tulisan ini hampir selesai ditulis, saya tetap bertahan dengan lagu Comforting Sounds di telinga, tetapi dengan perasaan yang berkebalikan. Lambat laun kecemasan itu turun, detak jantung saya tidak lagi kencang, ritmisnya mulai teratur, nafas saya mulai santai, pandangan saya tidak kabur lagi, hanya saja mata saya masih penuh dengan air, tangan saya sudah tidak lagi gemetaran, dan perasaan nyaman yang entah tumbuh dari mana, seperti ada pelukan seorang ibu yang menghangatkan tubuh ringkih saya. Bisa jadi ada tiga hal yang mampu meredam kecemasan saya tersebut, yang mana sebenarnya tidak secara tiba-tiba, pertama, saya paksa mengalihkan pikiran untuk tidak fokus dengan masalah-masalah yang jadi biang kambuhnya kecemasan tersebut dengan membaca buku, kedua, saya mampu meluapkan emosi kecemasan tersebut dengan bentuk tulisan ini, dan yang ketiga, saya rasa harapan di dalam tubuh saya yang tiba-tiba tumbuh ketika bertahan mendengarkan Comforting Sounds

Sejak tulisan ini ditulis sampai menemui ujung, saya mendengarkan sembilan kali lagu tersebut, itu berarti 9 dikali 8 menit 53 detik (anggap saja dibulatkan 9 menit), berarti saya bertahan sekitar 81 menit dengan lagu Comforting Sounds, terlepas dari lirik yang murung, sound yang menenangkan dan menghipnotis itu bisa menjadi sesuatu yang membalikkan keadaan saya, mungkin ketika Jonas Bjerre, Bo Madsen, Johan Wohlert dan Silas Graae membuat lagu ini memang tidak diperuntukan untuk berlarut-larut meratapi kesedihan yang mana diwakilkan dari muatan liriknya yang dilantunkan dari menit 0:44 dan bertahan sampai menit 3:32, kemudian menit selanjutnya sampai lagu selesai hanya berisi istrumental manis yang menenangkan, dan itulah fase di mana kemudian pendengar disadarkan untuk tak usah cemas lagi, walaupun keadaan sedang kacau, bahkan dunia mau runtuh pun, dengarlah Comforting Sounds sampai selesai, pada akhirnya saya benar-benar mendapatkan sesutu yang membuat nyaman, suara yang menenangkan, perasaan optimis yang dibangunkan tumbuh pelan-pelan, kemudian akhirnya bisa bangkit kembali dan menenggelamkan kecemasan saya. Walaupun saya tidak yakin betul ini bertahan permanen, tapi setidaknya untuk saat ini saya perlu tubuh yang normal kembali, agar mampu membawa kendaraan pulang ke rumah.

Sekarang tepat pukul 00.41 WIB dan saya sudah kuat untuk pulang.

0 Tanggapan:

Posting Komentar

__________

ARSIP

MEMBILANG