Jangan Lupa Bahagia

Ilustrasi. Foto Pribadi

Tanggal 12 kemarin adalah tepat satu bulan saya sudah menapaki bumi Yogyakarta (dalam pembahasan selanjutnya saya sebut Jogja), banyak kejadian – kejadian atau peristiwa yang saya rasakan serta alami, dari segi rohani, sosial, dan banyak lagi. Dan tepat tanggal 12 kemarin ternyata saya juga kembali(pulang/mudik) ke rumah saya di Pati(Ternyata saya itu tidak sadar bahwa pulang kampung kemarin tepat tanggal seperti waktu pergi ke Jogja). Sebenarnya ini bukan cerita tentang satu bulan saya tinggal di Jogja, dan bukan pula tentang cerita-cerita klasik anak kos baru, karena dalam dunia ke’kos’an saya sudah berpengalaman sebelum-sebelumnya, sebab sejak lulus dari SD saya sudah di daftarkan ke SMP yang jauh dari rumah, mau tidak mau dulu(terpaksa) nge-kos, karena itu kepindahan saya dari Pati ke Jogja adalah suatu hal yang biasa seperti halnya minggu-minggu sebelumnya ketika berpindah dari tempat paling ujung selatan Pati ke titik pusat Kota(kecil) Pati. Sehingga ketika saya mendengar cerita-cerita teman saya yang baru saja menapaki jalan kehidupan anak kos, membuat saya mungkin bisa tertawa, mungkin bisa terharu, mungkin pula bisa heran. Suatu hari saya bertemu teman saya yang baru saja menjadi anak kos, dia bilang:
“Heh, pas kowe lunga ning kena wong tua mu piye?” (Heh, ketika kamu pergi(merantau) ke sini(Jogja) orang tuamu bagaimana?)
“Yo ra piye-piye” (Ya tidak gimana-gimana) kujawab singkat.
“Bapak ku nangis le...” (Bapak saya menangis lo...)
“Hahaha” seketika kurespon dengan tertawa.

Tapi dari kejadian tersebut saya menyadari satu hal, oh iya ya teman saya itu kan baru saja menapaki kehidupan kos, wajar juga orang tua sampai menangis ketika anaknya akan merantau pergi, atau mungkin memang dengan merantaunya anaknya itu di  rumah nanti akan terasa sepi, karena mungkin anak-anaknya yang lain sudah berkeluarga dan anak yang baru saja merantau itu anak terakhir yang biasanya masih tinggal di rumah, dalam hati saya bertanya pula:

“Mungkin tidak, waktu dulu saya pertama nge kos orang tua saya seperti itu?” Bayangkan saja, anak yang sudah ‘mumpuni’ untuk mampu hidup dalam kehidupan kos masih bisa mendatangkan tangis, sementara saya dulu lulus SD sudah di paksa untuk mampu hidup nge-kos. Saya teringat satu hal, dulu sekali, waktu saya masih awal-awal nge-kos orang tua saya sibuk bolak-balik dari rumah ke Pati Kota untuk menjenguk saya, awal-awal memang satu minggu sekali bisa datang ke kos saya, lama kelaman 2 minggu sekali, 1 bulan sekali, hingga sampai masuk ke SMA saya sudah sangat jarang untuk dijenguk, tapi bukan hanya itu sebenarnya, kalau saya pikir-pikir banyak sekali pengorbanan orang tua :'(. Bagi orang yang tidak mengenal dekat saya, saya dikira orang yang sangat cuek dalam suatu keadaan, ada pula yang bilang saya ini bikin rame, padahal saya adalah orang yang mudah sekali menangis, mungkin tak ada yang tahu kalau awal-awal saya nge-kos dulu saya sering menangis (ini beneran). Ada kalanya suatu kejadian yang membuat saya merasa tak memiliki teman, ada kalanya suatu waktu saya merasa sendirian, ada kalanya saya merasa ada di lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan saya sebelumnya, dan saya harus menghadapi itu kurang lebih 1 tahun lamanya, sehingga dari kelas 7 (1 SMP) sampai kelas 8 (2 SMP) saya memang masih merasa terasingkan, masih berusaha menerima kenyataan, masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan dan sebagainya.

Setiap orang memang mempunyai cara sendiri-sendiri dalam mengekspresikan suatu keadaan kesedihan, begitu juga orang tua. Oleh karenanya entah saya tahu atau tidak, pastilah orang tua saya juga merasakan hal yang sama dalam hal tersebut, hanya saja tertuang dalam perhatian yang berbeda-beda. Mengingat orang tua, saya selalu teringat dengan ibu saya, dan kalau sudah seperti itu, hanya lagunya Kiroro – Mirai E yang menenangkan, akan saya bahas di tulisan yang lain tentang lagu itu.

Mengingat hal-hal yang sedih, saya teringat sesuatu kalimat yang akhir-akhir ini sering aku baca, yaitu “ Jangan Lupa Bahagia”. Kalimat ini sering saya pikirkan entah kenapa, ternyata bahagia itu memang harus diingatkan, karena di masa-masa kuliah ini akan banyak sekali kegiatan-kegatan yang tentu kalau tidak diimbangi dengan hiburan akan membuat lelah, bosan, suntuk dan bahagia adalah jawaban dari semua jala persoalan kebosanan, kelelahan, kesuntukan, dan kesetresan. Bahagia tidak melulu ketik kalian sedang jalan-jalan, bahagia tidak melulu ketika kalian bersua dengan pacar, bahagia tidak melulu ketika kalian di traktir makan, bahagia tidak melulu ketika kalian mendapat transfer uang, bahagia tidak melulu ketika kalian bercanda gurau dengan teman, bahagia ternyata tercipta karena kalian menciptakannya. Kalian mampu bahagia sekalipun pekerjaan sedang banyak-banyaknya, kalian bisa bahagia walapun pacar tak kunjung-kunjung datang, kalian bisa bahagia walaupun masalah sedang datang bergerombolan, kalian tentu bisa bahagia di waktu terdesakpun. Ciptakan rasa bahagia dalam dirimu sendiri dalam melakukan segala kegiatan, karena dengan begitu, apa pun yang sedang kalian emban akan terasa nyaman, ringan dan tentu menyenangkan.

Bagi kalian yang sedang menjalani masa mahasiswa baru, nikmatilah perjalanannya, dan jangan lupa bahagia.

dan

Bagi kalian semua yang membaca ini, tentu ini penting pula: Jangan Lupa Bahagia.

Sebenarnya tujuan saya menulis ini sebelumnya bukan untuk bercerita tentang hal tersebut, tetapi pikiran saya tiba-tiba menuju ke sana, jadilah seperti ini, terlupakan tujuan utama sebelumnya. Jadi judul tulisan ini yang sebelumnya di draf adalah Kemesraan Tiada Tara menjadi Jangan Lupa Bahagia.