![]() |
Ilustrasi |
Kebencian yang membabi buta hanya akan menutup kebenaran yang senantiasa dinamis.Senin kemarin sehabis Ujian Akhir Semester, seperti biasa saya makan dulu sebelum pulang. Saya makan bersama Ganis, teman saya. Kami berdua makan di tempat makan dekat kampus, saya memesan lele baka dan Ganis memesan soto. Kami makan seperti biasa, sambil ngobrol dan sesekali saya mendengarkan Ganis bercerita. Kami makan kurang lebih menghabiskan waktu sekitar satu jam, dari pukul 4 sore kami sampai di tempat makan, pukul 5 kami memutuskan untuk pulang. Lalu saya antarkan Ganis ke kosnya seperti biasanya, setelah itu saya lanjutkan perjalanan menuju ke kos. Sesampainya di kos, kurang lebih habis adzan maghrib ada pemberitahuan pesan masuk lewat aplikasi pengirim pesan instan Line. Dan sudah kuduga pasti dari Ganis, tapi ada yang berbeda, pesannya pakai huruf kapital semua, terlihat dari preview pesan yang ada di layar HP saya, lalu keburu saya buka,
RESSSSSSSSSSSSSSSSSSSSS
SUMPAH
AKU SEDIH :(((((((
Begitu awalan chat Ganis. kemudian diikuti dengan suatu artikel yang dibagikan dari Official Account Line salah satu fanbase K-Pop. Deg! Hati saya terasa seperti dihantam sesuatu. "OMG! benarkah?" begitu pertanyaan dalam hatiku setelah membaca artikel dengan judul: [BREAKING: Keracunan Asap Briket, Jonghyun SHINee Meninggal Dunia] dari Official Account Line. Saya sebenanrya tidak asing dengan grup boyband SHINee, pengetahuanku soal budaya popo korea tidak ecek-ecek banget kok. Ketika menginjak kelas 8 atau 2 SMP saya pertama kali berinteraksi dengan musik-musik korea, hal ini bermula karena ada salah satu teman saya suka sekali memutar musik korea di kelas ketika jam istirahat tiba, kebetulan di kelas saya dulu ada satu set komputer beserta seperangkat speaker lumayan besar (setidaknya bisa didengarkan seisi kelas), diisilah komputer kelas itu dengan lagu-lagu oleh teman saya, ada yang mengisi dengan lagu-lagu band barat macam Simple Plan, Avenged Sevenfold, dan tak lupa K-Pop, mulai dari SNSD, 2NE1, SHINee dan lain-lain, tentu tidak ketinggalan dengan saya, saya kebagian untuk mengisi lagu-lagu pop Indonesia seperti Ungu, Peterpan, Vagetos, ST-12 waktu itu. Saya memang dulu terkenal di kalangan teman-teman kalau saya cliquers --sebutan untuk fanbase Band Ungu--. Semua albumnya Ungu semua saya punya, tentu saya tidak sendirian ketika menggandrungi Band Ungu, ada pula teman-teman yang ikut mendeklarasikan bahwa mereka adalah cliquers, begitu bangganya pada saat itu! Tapi keanggotaan (yaelah anggota :D) saya dari cliquers harus kandas ketika saya menginjak kelas 3 SMP.
K-Pop memang sedang naik daun pada waktu itu, semua cewek ABG labil (ababil) sepertinya terbius dengan K-Pop. Tidak luput dengan teman-teman saya. Setiap jam istirahat tiba lagu mulai didendangkan, operator yang mengatur jalannya jagu bergantian, jika kebagian teman cowok saya yang bernama Rama yang menjadi operator, kelas menjadi semacam studio dace. Lagu-lagu korea didendangkan dengan bahasa yang tidak sepatah katapun saya pahami waktu itu, walaupun sekarang ya hanya sebatas mengenal kosa kata annyeong, haseyo, kamsamida. Kalau sudah pada saatnya lagu Lucifer yang dinyanyikan SHINee diputar, teman saya itu langsung menempatkan diri di depan kelas lalu menirukan gaya dancenya, adegan paling favorit adalah adegan menit ke 0:19-0:57 pada video musik Lucifer dan adegan paling akhir dari video musik tersebut (yang bisa dilihat di bawah ini).
K-Pop memang sedang naik daun pada waktu itu, semua cewek ABG labil (ababil) sepertinya terbius dengan K-Pop. Tidak luput dengan teman-teman saya. Setiap jam istirahat tiba lagu mulai didendangkan, operator yang mengatur jalannya jagu bergantian, jika kebagian teman cowok saya yang bernama Rama yang menjadi operator, kelas menjadi semacam studio dace. Lagu-lagu korea didendangkan dengan bahasa yang tidak sepatah katapun saya pahami waktu itu, walaupun sekarang ya hanya sebatas mengenal kosa kata annyeong, haseyo, kamsamida. Kalau sudah pada saatnya lagu Lucifer yang dinyanyikan SHINee diputar, teman saya itu langsung menempatkan diri di depan kelas lalu menirukan gaya dancenya, adegan paling favorit adalah adegan menit ke 0:19-0:57 pada video musik Lucifer dan adegan paling akhir dari video musik tersebut (yang bisa dilihat di bawah ini).
Tentu hal tersebut membuat sebagian teman kami yang (sok-sok) anti dengan budaya pop korea menjadi jengkel dengan teman saya yang suka ngedance cover itu. Tak jarang, apabila lagu korea diputar, segera diganti teman saya yang lain dengan lagu-lagu rock pilihannya. Perang budaya pop terjadi saat itu pula. Bagi saya, dulu hal tersebut adalah wajar, yaitu membenci K-Pop bagi kalangan cowok, dan apabila ada teman cowok yang menyukai K-Pop seperti sesuatu yang sulit untuk diterima.
Saya adalah salah satu yang ikut membenci waktu itu. Namun, saya sendiri sebenarnya tidak pernah benar-benar membenci K-Pop, kenyataannya menginjak SMA saya sempat menyukai belajar gitar, salah satu lagu wajib yang menjadi tembang utama ketika saya memainkan gitar adalah lagu Lonely dari 2NE1(selain lagu Percaya Padaku-Ungu, hahaha ini hanya teman dekat saya yang tahu), grup idol yang diakhir tahun 2016 diumumkan bubar. Grup penyanyi wanita yang digawangi oleh CL, Bom, Dara dan Minzy iniadalah grup yang saya paling ingat dari masa-masa SMP saya, karena diam-diam saya dulu pernah kepo tentang 2NE1(di zaman now istilahnya stalking) terutama pada membernya, Dara. Sebenarnya, kalau saya ditanya apa yang paling diingat dari K-Pop, pasti akan saya jawab 2NE1 dan SHINee, terkhusus pada lagu mereka Lonely dan Lucifer, tentu jawabn itu yang akan membawa saya pada ingatan waktu SMP.
Setelah kelas 3 SMP saya agak melupakan hal-hal berbau korea, tentu tidak melupakan, karena saya tidak pernah merasa memiliki, meminjam mungkin iya, jadi lebih tepatnya mengembalikan. Tapi, setelah SMA, saya dipertemukan dengan teman-teman yang begitu menggilai K-Pop lagi. Ada yang teropsesi dengan seorang aktor korea atau salah satu member boyband yang diimajikan sebagai pacarnya, jijik memang, tapi tak apa, saya begitu memahami perasaan sepert itu. Lalu saya biarkan korea-korea tersebut pada masa SMA, bahkan rasa benci kembali muncul, tapi tidak menyebabkan hal yang anarkis, hahaha. Tentu paling banter mengejek teman saya yang begitu tergila-gila dengan korea, namanya Dita. Namanya juga teropsesi, maka namanya diberikan tambahan Ppyong, jadi menjadi Dita Ppyong, itu semua berlaku di id media sosialnya, apabila kalian menemui nama tersebut, berarti itu teman saya, entah apa itu artinya, apakah itu sebuah nama korea? saya tidak tahu, semoga kalau dia membaca ini dan akan dijawab sendiri :D, tapi tidak apa-apa lah, saya juga pernah mengalami, maka bagi saya hal tersebut wajar. Menginjak kuliah, ternyata saya kembali dipertemukan dengan orang yang tergila gila dengan korea lagi, bahkan ini sudah tingkat wahid. Ganis namanya. Tak kalah dengan teman saya waktu SMA yang menambah namanya dengan Ppyong, Ganis ini juga menambahkan nama Cho(Cho adalah sejenis nama marga di korea, macam Park, Lee, Kim, dan lain-lain) pada namanya, sehingga menjadi Chogan(Cho Ganis gitu maksudnya). Sunggu absurd memang kalau dipikir-pikir. Tapi ya ndak apa-apa lah. Tapi kenapa setiap saya ke mana selalu ada orang yang begitu menyukai korea di lingkungan saya berada?. "OMG!". Mungkin setiap masa dan setiap tempat, memang kita perlu dipertemukan dengan hal-hal yang sebenarnya belum selesai dengan kita.
Karena saya merasa belum selesai(benci ya tidak, suka juga tidak, tapi lebih condong bencinya karena kebanyakan lingkungan mendukung hal itu, hahaha) dengan budaya korea, maka saya putuskan untuk coba terbuka dengan segala kemungkinan. Yak, pertama yang saya lakukan adalah mencoba menonton drama korea(selanjutnya dibaca Drakor)! Drakor yang saya tonton pertama dalah Doctor, dan hasilnya apa? pada episode 3(kalau nggk salah, agak lupa sih) saya nangis girang-girang saudara-saudara karena drakor tersebut, saya memang sentimentil terhadap cerita yang berlatar keluarga(terutama ibu atau bapak), sebagaimana kalian ketika menonton Coco. Drakor selanjutnya adalah Descendants Of The Sun(DOTS). Dari pengalaman menonton Drakor tersebut, saya menyimpulkan(minimal buat diri saya sendiri), bahwa jangan sekali-kali membenci sesuatu yang sebenarnya kalian tidak pernah tahu apa yang kalian benci tersebut, atau hanya karena ikut-ikutan. Minimal, apabila kalian tidak suka terhadap suatu hal, cobalah cari tahu dulu, kemudian coba dulu, apabila memang tidak cocok dengan kalian, boleh kalian jauhi, itupun dijauhi jangan dibenci, kalaupun sampai membenci jangan berlebihan, biasa-biasa saja, hal yang baik memang cukup menjauhi, tanpa perlu menjelek-jelekan atau menjudge sesuatu yang masih awang-awang di pikiran kalian, karena taunya hanya omongan orang atau berita dari orang. Buktikan sendiri dengan keyakinanmu, bahwa sesuatu yang kalian tidak suka atau kalian jauhi itu memang kalian menjauhinya dengan kesadaran sendiri, bukan karena kesadaran orang lain yang ditularkan ke kalian. Itulah hal yang berlaku buat saya segala hal tentang korea. Dengan mencoba lebih terbuka dengan sesuatu, rasa-rasanya kita akan lebih mampu berpikir adil.
Hal di atas tersebut yang mengingatkan saya pada SHINee, ketika Jonghyun, salah satu membernya meninggal karena keracunan asap dari briket. Hal yang berat adalah pada mereka yang begitu mencintai K-Pop, mereka yang menghabiskan waktu luangnya dengan streaming video musik boyband atau girlband kesayangannya, atau mereka yang mampu menghabiskan berjam-jam untuk menyaksikan acara varietas Running Man. Bagi mereka mendengar idola mereka meninggal adalah suatu hal yang berat, serasa bumi digoncang, padahal yang tergoncang adalah diri mereka sendiri. Hal tersebut bagi saya wajar, sewajar-wajarnya mengidolakan sesuatu. Namun yang menjadi persoalan, di antara rasa duka tersebut ada saja orang yang begitu bencinya dengan korea dan menganggap semua hal bisa dibuat lelucon, termasuk ketika Jonghyun meninggal. Perilaku seperti itu saya rasa bukan suatu hal yang baik. Namun, ada hal yang membuat saya senang ketika membaca artikel tentang fans Jonghyun yang melakukan penggalangan dana sampai 200 juta. Kematian Jonghyun memberi pelajaran bagi kita untuk tidak acuh terhadap penyakit depresi dan orang yang baik, akan selalu dikenang, bahkan bisa saja baru dikenal ketika telah meninggal. Dan satu lagi, agar tidak mudah untuk membenci sesuatu, karena kebencian hanya akan membuat mindset kita untuk menangkal semua hal tentang seuatu yang kita benci itu, tanpa mau berpikir lebih terbuka. Padahal, kalau saja mau lebih terbuka, mungkin hal yang kita benci itu ternyata bagian dari yang kita sukai juga. Karena benci bisa jadi cinta, Eaaaa.
Saya adalah salah satu yang ikut membenci waktu itu. Namun, saya sendiri sebenarnya tidak pernah benar-benar membenci K-Pop, kenyataannya menginjak SMA saya sempat menyukai belajar gitar, salah satu lagu wajib yang menjadi tembang utama ketika saya memainkan gitar adalah lagu Lonely dari 2NE1(selain lagu Percaya Padaku-Ungu, hahaha ini hanya teman dekat saya yang tahu), grup idol yang diakhir tahun 2016 diumumkan bubar. Grup penyanyi wanita yang digawangi oleh CL, Bom, Dara dan Minzy iniadalah grup yang saya paling ingat dari masa-masa SMP saya, karena diam-diam saya dulu pernah kepo tentang 2NE1(di zaman now istilahnya stalking) terutama pada membernya, Dara. Sebenarnya, kalau saya ditanya apa yang paling diingat dari K-Pop, pasti akan saya jawab 2NE1 dan SHINee, terkhusus pada lagu mereka Lonely dan Lucifer, tentu jawabn itu yang akan membawa saya pada ingatan waktu SMP.
Setelah kelas 3 SMP saya agak melupakan hal-hal berbau korea, tentu tidak melupakan, karena saya tidak pernah merasa memiliki, meminjam mungkin iya, jadi lebih tepatnya mengembalikan. Tapi, setelah SMA, saya dipertemukan dengan teman-teman yang begitu menggilai K-Pop lagi. Ada yang teropsesi dengan seorang aktor korea atau salah satu member boyband yang diimajikan sebagai pacarnya, jijik memang, tapi tak apa, saya begitu memahami perasaan sepert itu. Lalu saya biarkan korea-korea tersebut pada masa SMA, bahkan rasa benci kembali muncul, tapi tidak menyebabkan hal yang anarkis, hahaha. Tentu paling banter mengejek teman saya yang begitu tergila-gila dengan korea, namanya Dita. Namanya juga teropsesi, maka namanya diberikan tambahan Ppyong, jadi menjadi Dita Ppyong, itu semua berlaku di id media sosialnya, apabila kalian menemui nama tersebut, berarti itu teman saya, entah apa itu artinya, apakah itu sebuah nama korea? saya tidak tahu, semoga kalau dia membaca ini dan akan dijawab sendiri :D, tapi tidak apa-apa lah, saya juga pernah mengalami, maka bagi saya hal tersebut wajar. Menginjak kuliah, ternyata saya kembali dipertemukan dengan orang yang tergila gila dengan korea lagi, bahkan ini sudah tingkat wahid. Ganis namanya. Tak kalah dengan teman saya waktu SMA yang menambah namanya dengan Ppyong, Ganis ini juga menambahkan nama Cho(Cho adalah sejenis nama marga di korea, macam Park, Lee, Kim, dan lain-lain) pada namanya, sehingga menjadi Chogan(Cho Ganis gitu maksudnya). Sunggu absurd memang kalau dipikir-pikir. Tapi ya ndak apa-apa lah. Tapi kenapa setiap saya ke mana selalu ada orang yang begitu menyukai korea di lingkungan saya berada?. "OMG!". Mungkin setiap masa dan setiap tempat, memang kita perlu dipertemukan dengan hal-hal yang sebenarnya belum selesai dengan kita.
Karena saya merasa belum selesai(benci ya tidak, suka juga tidak, tapi lebih condong bencinya karena kebanyakan lingkungan mendukung hal itu, hahaha) dengan budaya korea, maka saya putuskan untuk coba terbuka dengan segala kemungkinan. Yak, pertama yang saya lakukan adalah mencoba menonton drama korea(selanjutnya dibaca Drakor)! Drakor yang saya tonton pertama dalah Doctor, dan hasilnya apa? pada episode 3(kalau nggk salah, agak lupa sih) saya nangis girang-girang saudara-saudara karena drakor tersebut, saya memang sentimentil terhadap cerita yang berlatar keluarga(terutama ibu atau bapak), sebagaimana kalian ketika menonton Coco. Drakor selanjutnya adalah Descendants Of The Sun(DOTS). Dari pengalaman menonton Drakor tersebut, saya menyimpulkan(minimal buat diri saya sendiri), bahwa jangan sekali-kali membenci sesuatu yang sebenarnya kalian tidak pernah tahu apa yang kalian benci tersebut, atau hanya karena ikut-ikutan. Minimal, apabila kalian tidak suka terhadap suatu hal, cobalah cari tahu dulu, kemudian coba dulu, apabila memang tidak cocok dengan kalian, boleh kalian jauhi, itupun dijauhi jangan dibenci, kalaupun sampai membenci jangan berlebihan, biasa-biasa saja, hal yang baik memang cukup menjauhi, tanpa perlu menjelek-jelekan atau menjudge sesuatu yang masih awang-awang di pikiran kalian, karena taunya hanya omongan orang atau berita dari orang. Buktikan sendiri dengan keyakinanmu, bahwa sesuatu yang kalian tidak suka atau kalian jauhi itu memang kalian menjauhinya dengan kesadaran sendiri, bukan karena kesadaran orang lain yang ditularkan ke kalian. Itulah hal yang berlaku buat saya segala hal tentang korea. Dengan mencoba lebih terbuka dengan sesuatu, rasa-rasanya kita akan lebih mampu berpikir adil.
Hal di atas tersebut yang mengingatkan saya pada SHINee, ketika Jonghyun, salah satu membernya meninggal karena keracunan asap dari briket. Hal yang berat adalah pada mereka yang begitu mencintai K-Pop, mereka yang menghabiskan waktu luangnya dengan streaming video musik boyband atau girlband kesayangannya, atau mereka yang mampu menghabiskan berjam-jam untuk menyaksikan acara varietas Running Man. Bagi mereka mendengar idola mereka meninggal adalah suatu hal yang berat, serasa bumi digoncang, padahal yang tergoncang adalah diri mereka sendiri. Hal tersebut bagi saya wajar, sewajar-wajarnya mengidolakan sesuatu. Namun yang menjadi persoalan, di antara rasa duka tersebut ada saja orang yang begitu bencinya dengan korea dan menganggap semua hal bisa dibuat lelucon, termasuk ketika Jonghyun meninggal. Perilaku seperti itu saya rasa bukan suatu hal yang baik. Namun, ada hal yang membuat saya senang ketika membaca artikel tentang fans Jonghyun yang melakukan penggalangan dana sampai 200 juta. Kematian Jonghyun memberi pelajaran bagi kita untuk tidak acuh terhadap penyakit depresi dan orang yang baik, akan selalu dikenang, bahkan bisa saja baru dikenal ketika telah meninggal. Dan satu lagi, agar tidak mudah untuk membenci sesuatu, karena kebencian hanya akan membuat mindset kita untuk menangkal semua hal tentang seuatu yang kita benci itu, tanpa mau berpikir lebih terbuka. Padahal, kalau saja mau lebih terbuka, mungkin hal yang kita benci itu ternyata bagian dari yang kita sukai juga. Karena benci bisa jadi cinta, Eaaaa.
0 Tanggapan:
Posting Komentar