![]() |
Wayang. Foto Pribadi. |
Dari semua anggota keluarga, saya adalah orang yang paling paham soal multimedia diantara orang-orang di rumah, sehingga dulu tiap kali di rumah tak jarang saya diminta untuk melakukan konversi rekaman DVD gamelan pengiring adicara pengantin ke versi MP3, yang dapat disalin ke handphone. Ddulu sebelum ada handphone yang canggih seperti sekarang, ayah saya setiap melakukan tugas pranatacara selalu membawa tas yang isinya DVD rekaman gendhing jawa, baru beberapa tahun terakhir setelah maraknya handphone pintar maka rekaman gendhing jawa dipindahkan ke handphone, dan tugas saya adalah mengkonversikan hal tersebut . Tentu dari tugas semacam itu telinga saya menjadi dekat dengan gendhing jawa, hingga tak jarang saya juga menyalin ke handphone sendiri dan sering saya dengarkan, itulah kenapa saya sangat menyukai gamelan.
Jogja serasa menjadi surga bagi saya, di sini banyak sekali pertunjukan gamelan, misalnya event paling nyentrik yang mengusung gamelan ya Yogyakarta Gamelan Festival, acara tersebut diadakan tahunan. Saya sudah dua kali mengikuti acara tersebut selama saya tinggal di Jogja. Hal semacam itu yang menjadikan alasan kenapa dulu saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Jogja, tentunya selain bisaya hidup dan lingkungan yang masih punya unggah-ungguh yang baik.
Selain gamelan, budaya Jawa yang saya gemari adalah wayang. Dulu setiap Bulan Apit(bulan Jawa), di desa saya selalu ada acara Sedekah Bumi. Sedekah Bumi merupakan acara adat yang melambangkan rasa syukur manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rezeki melalui bumi dan segala isinya. Sedekah Bumi di desa saya sering diadakan di Bulan Apit, bulan setelah Sawal(bulan Jawa), oleh karenanya biasanya disebut Apitan. Di Apitan tersebut bisanya puncak acaranya adalah ketoprak atau wayang semalam suntuk. Tak jarang ayah saya menyaksikan pertunjukan wayang semalam suntuk tersebut dan biasanya saya akan ikut serta(walaupun ya tahu sendiri, pasti saya tertidur di tengah-tengah pertunjukan), dulu saya ikut menyaksikan wayangan ketika masih duduk di Sekolah Dasar(SD), karena semenjak menginjak SMP saya sudah tidak pernah menyaksikan Apitan di desa saya, karena belum tentu pas acaranya saya ada di rumah, karena dari SMP saya sudah tinggal jauh dari rumah.
Dari kebiasaan-kebiasaan itulah dengan sendirinya naluri saya mencintai budaya Jawa, lebih khususnya lagi adalah gamelan dan pertunjukan wayang.
Malam tadi saya kembali menyaksikan pertunjukan wayang semalam suntuk, pertunjukan wayang tersebut dilaksanakan di halaman Fakultas Filsafat UGM dalam rangka milad Fakultas Filsafat UGM ke 50. Wayangan yang bertajuk Suluk Wayang: Mustika Salya dan didalangi oleh Sujiwo Tejo, dalang nyentrik yang suka sekali keluar dari pakem pewayangan selesai sekitar jam setengah 4 pagi. Saya sudah sering sekali menyaksikan Sujiwo Tejo mendalang, karena dulu ketika saya belum tingal di Jogja, ketika Sujiwo Tejo ke Pati(khususnya ke acara Suluk Maleman) pasti selalu ada waktu untuk mendalang sebentar, dan baru kali ini saya menyaksikan Presiden Jancukers tersebut mendalang semalam suntuk. Wayangannya tidak membosankan, karena yang mengikutinya sejak lama pasti akan terhibur, sebab selalu ada selingan lagu-lagu yang beliau ciptakan, selain gendhing-gendhing jawa yang biasanya diputar di pertunjukan wayang, dan tentunya yang menjadi cirikasnya adalah nyeleneh.
Selain Saya merasa senang karena setelah sekian lama, saya kembali menyaksikan wayang semalam suntuk. Saya juga merasa bersyukur karena dengan momentun tersebut saya diingatkan kembali pada masa saya mulai mengenal dan berinteraksi dengan kebudayaan Jawa. Dan sampai kapan pun, kebudayaan Jawa akan selalu terpatri dalam jiwa saya, sebagaimana Tuhan menciptakan saya sebagai orang Jawa, sehingga saya wajib 'menjadi' orang Jawa. Dan salah satunya untuk tetap 'menjadi' orang Jawa ya: Wayangan semalam suntuk!
0 Tanggapan:
Posting Komentar